Thailand Menjadi Negara Asia Tenggara Pertama Yang Resmikan Pernikahan Sesama Jenis
Thailand menjadi catatan sejarah baru sebagai negara pertama di Asia Tenggara yang melegalkan pernikahan sesama jenis.
Dengan pengesahan undang-undang ini, Thailand menjadi negara ketiga di Asia setelah Taiwan dan Nepal yang memberikan pengakuan hukum terhadap pernikahan antara sesama jenis. Langkah ini merupakan hasil dari perjuangan panjang aktivis hak asasi manusia dan kelompok LGBTQ+ di Thailand. Serta mencerminkan perubahan sikap masyarakat terhadap isu-isu kesetaraan dan hak asasi yang semakin berkembang. Artikel KEPPOO INDONESIA akan menjelaskan latar belakang, pengesahan undang-undang, dampak sosial dan politik, serta tanggapan dari masyarakat atas keputusan ini.
Latar Belakang Perjuangan Hak-Hak LGBTQ+ di Thailand
Selama dua dekade terakhir, para aktivis hak asasi manusia di Thailand telah memperjuangkan pengesahan pernikahan sesama jenis. Meskipun Thailand dikenal dengan tingkat toleransi yang lebih tinggi terhadap komunitas LGBTQ+ dibandingkan dengan negara-negara Asia Tenggara lainnya. Masih terdapat banyak tantangan yang harus dihadapi, seperti diskriminasi dan stigma sosial. Aktivis dan kelompok yang mendukung kesetaraan telah berupaya meningkatkan kesadaran masyarakat tentang hak-hak pasangan sesama jenis dan pentingnya pengakuan hukum terhadap hubungan mereka.
Thailand, meskipun memiliki budaya yang relatif terbuka terhadap keberadaan LGBTQ+, masih memiliki komunitas konservatif yang kuat. Masyarakat sebagian besar memegang nilai-nilai tradisional, yang menyebabkan diskriminasi terhadap anggota komunitas LGBTQ+. Keterbatasan dalam pengakuan hak hukum bagi hubungan sesama jenis telah mendorong para aktivis untuk terus berjuang, dan kini perjuangan mereka membuahkan hasil.
Proses Pengesahan Undang-Undang
Pengesahan undang-undang pernikahan sesama jenis di Thailand dimulai dengan persetujuan dari Dewan Perwakilan Rakyat dan Senat Thailand pada bulan April dan Juni 2024. Undang-undang ini kemudian disahkan oleh Raja Maha Vajiralongkorn pada tanggal 24 September 2024, menjadikannya hukum resmi. Undang-undang ini dijadwalkan untuk mulai berlaku dalam waktu 120 hari setelah disahkan, tepatnya pada 22 Januari 2025. Dengan pengesahan ini, pasangan LGBTQ+ di Thailand dapat mendaftarkan pernikahan mereka secara legal.
Undang-undang tersebut tidak hanya mengakui pernikahan sesama jenis, tetapi juga memberikan hak-hak hukum, keuangan, dan medis yang setara bagi pasangan dari berbagai jenis kelamin. Salah satu perubahan signifikan yang dilakukan adalah penggantian istilah gender dalam hukum sipil dengan istilah netral, seperti individu alih-alih pria dan wanita. Ini menunjukkan kemajuan dalam pengakuan terhadap keberagaman gender dalam masyarakat.
Baca Juga: Kabar Isu Terbaru Tentang Keluarga Jokowi yang Masuk Partai Golkar
Dampak Sosial dan Politik
Pengesahan pernikahan sesama jenis di Thailand diharapkan dapat memberikan pengaruh positif terhadap masyarakat, terutama bagi pasangan LGBTQ+ yang selama ini terpinggirkan. Dengan adanya pengakuan hukum. Mereka dapat merasakan perlindungan yang lebih baik terhadap hak-hak mereka, termasuk hak atas pewarisan, adopsi, dan perlindungan medis. Ini juga dapat meningkatkan kualitas hidup mereka secara keseluruhan.
Tanggapan masyarakat terhadap pengesahan undang-undang ini bervariasi. Banyak kaum muda dan kelompok progresif menyambut gembira langkah ini, menganggapnya sebagai kemenangannya kebebasan dan kesetaraan. Perdana Menteri Thailand, Paetongtarn Shinawatra, juga menyatakan dukungannya dengan menggunakan tagar LoveWins di media sosial, menunjukkan sikap positif pemerintah terhadap momen bersejarah ini.
Tantangan yang Masih Dihadapi
Meskipun sudah ada pengakuan hukum, stigma dan diskriminasi terhadap kelompok LGBTQ+ masih ada di Thailand. Anggota komunitas sering kali menghadapi perlakuan tidak setara dalam kehidupan sehari-hari, termasuk di tempat kerja dan dalam lingkup sosial. Oleh karena itu, sangat penting bagi pemerintah dan masyarakat untuk bekerja sama dalam mengedukasi masyarakat luas tentang hak-hak LGBTQ+ dan pentingnya penerimaan.
Selanjutnya, tantangan implementasi undang-undang juga menjadi perhatian. Meskipun sudah disahkan, belum ada fasilitas atau prosedur yang jelas mengenai pendaftaran pernikahan sesama jenis. Wakil Gubernur Bangkok, Sanon Wangsrangboon, telah menyatakan kesiapan pejabat kota untuk mendaftarkan pernikahan sesama jenis. Tetapi keterlambatan implementasi dapat menciptakan kebingungan di masyarakat.
Perbandingan dengan Negara Lain
Dengan pengesahan ini, Thailand menjadi negara pertama di Asia Tenggara yang mengakui pernikahan sesama jenis, setelah Taiwan dan Nepal. Negara lain di kawasan ini, seperti Malaysia dan Indonesia, tampak masih sangat konservatif dan tidak memberikan dukungan hukum bagi pernikahan sesama jenis. Kendati terdapat beberapa negara di dunia yang telah melegalkan pernikahan sesama jenis. Seperti Belanda yang menjadi yang pertama pada tahun 2001, Thailand berada pada posisi yang unik dalam konteks Asia Tenggara.
Menurut survei Pew Research Center pada tahun 2023, pandangan masyarakat terhadap pernikahan sesama jenis bervariasi di Asia. Di Thailand, enam dari sepuluh orang dewasa mendukung agar LGBTQ+ dapat menikah secara legal, meskipun masih ada sepertiga warga yang menentang. Di negara-negara lain seperti Indonesia, mayoritas masyarakat, sebanyak 92%, menentang pernikahan sesama jenis. Mencerminkan jarak budaya yang signifikan di antara negara-negara di kawasan ini.
Harapan untuk Masa Depan
Pengesahan pernikahan sesama jenis di Thailand menjadi langkah awal menuju kesetaraan yang lebih baik bagi komunitas LGBTQ+ di seluruh Asia Tenggara. Pemerintah Thailand, di bawah kepemimpinan Partai Pheu Thai, menjadikan pernikahan sesama jenis sebagai salah satu prioritasnya. Ini membuka peluang bagi negara-negara lain di kawasan ini untuk meninjau kembali pandangan mereka terhadap pernikahan sesama jenis dan memperjuangkan hak-hak pasangan sesama jenis.
Keputusan Thailand juga diharapkan dapat menginspirasi negara-negara lain di Asia Tenggara untuk mempertimbangkan hak asasi manusia bagi komunitas LGBTQ+. Perjuangan yang dilakukan para aktivis di Thailand dan negara lain dapat menjadi pendorong bagi gerakan serupa untuk menuntut pengakuan dan perlindungan hak-hak hukum yang setara. Dengan semakin banyaknya dukungan global terhadap hak-hak LGBTQ+, ada harapan untuk perubahan positif di negara-negara yang sebelumnya konservatif.
Kesimpulan
Kehadiran undang-undang yang melegalkan pernikahan sesama jenis di Thailand menandai era baru bagi hak-hak LGBTQ+ di Asia Tenggara. Pengakuan hukum atas pernikahan sesama jenis merupakan pencapaian yang sangat berarti bagi aktivis. Kelompok yang telah berjuang selama bertahun-tahun untuk kesetaraan dan pengakuan sosial. Dengan kerjasama yang baik antara pemerintah dan masyarakat, harapan akan pencapaian lebih lanjut dalam hak asasi manusia dapat terwujud di masa depan. Semua pihak ditekankan untuk memberikan dukungan terhadap hak-hak LGBTQ+ tidak hanya di Thailand, tetapi juga di seluruh Asia Tenggara. Perjuangan untuk kesetaraan merupakan tanggung jawab kita semua.
Mari kita kuatkan solidaritas, pendidikan, dan advokasi demi tercapainya masyarakat yang adil, setara, dan penuh penerimaan bagi semua orang. Tanpa memandang orientasi seksual dan identitas gender. Dengan langkah yang diambil Thailand ini, saatnya bagi negara lain di Asia Tenggara untuk menyusul dan memberikan pengakuan atas hak-hak pasangan sesama jenis. Keberhasilan Thailand semoga dapat menjadi inspirasi tidak hanya untuk negara-negara sekitarnya. Tetapi untuk dunia secara keseluruhan, sebagai contoh kemanusiaan dan penghormatan terhadap cinta dan keberagaman. Kalian selalu ketinggalan berita? sekarang kalian jangan ragu karena viralfirstnews.com akan selalu memberikan informasi mengenai berita viral, ter-update dan terbaru setiap harinya.