Dokter PPDS FK Unpad Perkosa Pendamping Pasien Saat Sedang Berobat
Baru-baru ini terjadi sebuah kasus menggemparkan dunia medis dan akademis dimana seorang dokter PPDS FK Unpad perkosa pendamping pasien di rumah sakit hasan Sadikin (RSHS) Bandung.
Kepolisian Daerah Jawa Barat (Polda Jabar) telah mengonfirmasi penangkapan pelaku, sementara FK Unpad dan RSHS menyampaikan kecaman keras atas tindakan tersebut. Kasus ini tidak hanya mencoreng nama baik institusi, tetapi juga menimbulkan trauma mendalam bagi korban dan keluarganya. Dibawah ini KEPPOO INDONESIA akan mengulas secara mendalam kronologi kejadian, respons dari berbagai pihak, serta dampak dari kasus ini terhadap dunia medis dan akademis.
Kronologi Singkat
Kasus ini mencuat ke publik setelah viral di media sosial melalui unggahan akun @txtdarijasputih. Unggahan tersebut menyebutkan adanya dugaan pemerkosaan terhadap penunggu pasien oleh dua residen anestesi PPDS FK Unpad dengan menggunakan obat bius. Meskipun informasi awal menyebutkan dua pelaku, pihak kepolisian memastikan bahwa hanya ada satu pelaku yang terlibat.
Kronologi kejadian mulai terkuak melalui pesan WhatsApp yang diunggah kembali oleh akun Instagram @ppdsgramm. Korban, seorang wanita muda yang merupakan anak dari pasien yang sedang dirawat intensif (ICU) di RSHS, diduga menjadi target pelaku. Pelaku menawarkan untuk melakukan cross match (uji silang darah) dengan alasan mempercepat proses.
Korban kemudian dibawa ke Gedung MCHC (gedung baru RSHS) lantai 7, yang saat kejadian masih dalam kondisi sepi. Di sana, korban diminta mengenakan baju pasien dan dipasangkan infus (IV line). Pelaku kemudian diduga memberikan obat penenang jenis midazolam, dan dalam kondisi tidak sadar, korban diduga menjadi korban pemerkosaan.
Setelah melakukan aksinya, pelaku diduga menunggu hingga korban mulai sadar sekitar pukul 04.00 pagi. Saksi mata melihat pelaku mondar-mandir di lorong lantai 7. Korban sendiri baru benar-benar sadar sekitar pukul 04.00 atau 05.00 pagi dan terlihat berjalan sempoyongan di lorong yang sama.
Korban kemudian mengeluhkan rasa sakit yang tidak wajar di area kemaluannya. Hasil visum menunjukkan adanya bekas sperma. Investigasi di lokasi kejadian juga menemukan adanya bekas sperma yang berceceran di lantai.
Identitas Pelaku
Polda Jabar mengidentifikasi pelaku sebagai PAP (31), seorang dokter residen anestesi dari PPDS FK Unpad. Kepala Kantor Komunikasi Publik Unpad, Dandi Supriadi, menyatakan bahwa pelaku baru masuk semester 2. Fakta ini menambah keprihatinan, karena pelaku seharusnya masih dalam tahap awal pendidikan spesialisasi.
Direktur Kriminal Umum Polda Jabar, Kombes Pol Surawan, membenarkan penangkapan pelaku pada tanggal 23 Maret 2025. Polisi juga menyita sejumlah barang bukti, termasuk obat bius dan kondom bersperma. Pelaku dijerat dengan Pasal 6C Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2022 tentang Tindak Pidana Kekerasan Seksual, dengan ancaman hukuman maksimal 12 tahun penjara.
Kecaman Keras Dari Unpad dan RSHS
Kasus ini menuai kecaman keras dari berbagai pihak, terutama dari Universitas Padjadjaran (Unpad) dan Rumah Sakit Hasan Sadikin (RSHS). Dekan FK Unpad, Yudi Mulyana Hidayat, menegaskan bahwa institusinya tidak mentolerir segala bentuk kekerasan, terutama kekerasan seksual, di lingkungan akademik maupun pelayanan kesehatan.
Sebagai bentuk pertanggungjawaban dan komitmen terhadap keadilan, Unpad telah memberhentikan PAP dari program PPDS Anestesi. Tindakan tegas ini menunjukkan bahwa Unpad tidak akan melindungi oknum yang terbukti melakukan tindakan kriminal dan berkomitmen untuk menjaga integritas institusi serta memberikan rasa aman bagi masyarakat.
Direktur Utama RSHS, Rachim Dinata Marsidi, juga menyampaikan kecaman serupa dan menegaskan bahwa pelaku telah dilarang untuk praktik di rumah sakit tersebut. RSHS juga akan memperketat pengawasan terhadap seluruh mahasiswa dan tenaga medis yang beraktivitas di lingkungan rumah sakit.
Dampak Psikologis Pada Korban
Tindakan bejat pelaku tidak hanya menimbulkan luka fisik, tetapi juga trauma psikologis yang mendalam bagi korban. Unpad dan RSHS berkomitmen untuk memberikan pendampingan yang dibutuhkan kepada korban. Korban saat ini mendapatkan pendampingan dari Unit Pelayanan Perempuan dan Anak (PPA) Polda Jabar.
Pendampingan ini diharapkan dapat membantu korban dalam menghadapi trauma dan menjalani proses hukum. Unpad dan RSHS juga berkomitmen untuk menjaga privasi dan kerahasiaan identitas korban serta keluarga.
Baca Juga: Unjuk Rasa Perempuan Di Prancis, Membela Nenek 72 Tahun Yang Diperkosa Ratusan Kali
Reaksi Masyarakat
Kasus ini memicu reaksi keras dari masyarakat. Banyak warganet yang mengecam tindakan pelaku dan menuntut hukuman seberat-beratnya. Kasus ini juga menimbulkan kekhawatiran tentang keamanan pasien dan keluarga di lingkungan rumah sakit.
Masyarakat menuntut adanya transparansi dan akuntabilitas dari pihak Unpad dan RSHS dalam menangani kasus ini. Mereka juga berharap agar kasus ini menjadi pelajaran bagi institusi pendidikan dan pelayanan kesehatan lainnya untuk mencegah kejadian serupa di masa depan.
Proses yang Adil dan Transparan
Polda Jabar telah menyatakan komitmennya untuk mengusut tuntas kasus dugaan pemerkosaan yang melibatkan dokter residen PPDS FK Unpad secara profesional, adil, dan transparan. Komitmen ini mencerminkan keseriusan pihak kepolisian dalam menangani kasus yang sensitif dan berdampak luas ini.
Dukungan penuh dari pihak kampus dan rumah sakit, dalam bentuk penyediaan informasi dan akses terhadap saksi, diharapkan dapat memperlancar proses penyidikan dan memastikan tidak ada fakta yang terlewatkan. Transparansi dalam setiap tahapan proses hukum, mulai dari penyidikan hingga persidangan, menjadi kunci untuk membangun kepercayaan publik terhadap penegakan hukum.
Masyarakat menaruh harapan besar agar proses peradilan dalam kasus ini dapat memberikan keadilan sejati bagi korban dan memberikan efek jera yang maksimal bagi pelaku. Keadilan tidak hanya berarti hukuman yang setimpal bagi pelaku, tetapi juga pemulihan trauma dan rehabilitasi bagi korban.
Efek jera diharapkan dapat mencegah tindakan serupa di masa depan dan mengirimkan pesan yang jelas bahwa kekerasan seksual tidak akan ditoleransi dalam bentuk apapun.
Pembelajaran Bagi Institusi Pendidikan dan Pelayanan Kesehatan
Kasus ini menjadi pembelajaran berharga bagi institusi pendidikan dan pelayanan kesehatan untuk meningkatkan pengawasan dan evaluasi terhadap peserta didik dan tenaga medis. Perlu adanya mekanisme yang lebih ketat dalam proses seleksi dan penerimaan mahasiswa PPDS, serta peningkatan pengawasan terhadap aktivitas mereka di lingkungan rumah sakit.
Selain itu, perlu adanya edukasi dan sosialisasi yang lebih intensif tentang etika profesi dan pencegahan kekerasan seksual kepada seluruh mahasiswa dan tenaga medis. Institusi pendidikan dan pelayanan kesehatan juga harus menciptakan lingkungan yang aman dan nyaman bagi pasien dan keluarga, serta memberikan saluran pengaduan yang mudah diakses dan responsif.
Kesimpulan
Kasus dokter PPDS FK Unpad perkosa pendamping pasien ini diharapkan menjadi titik balik bagi perbaikan sistem pendidikan dan pelayanan kesehatan di Indonesia. Perlu adanya komitmen yang kuat dari seluruh pihak untuk mencegah terjadinya kekerasan seksual dan melindungi korban.
Pemerintah, institusi pendidikan, pelayanan kesehatan, dan masyarakat harus bekerja sama untuk menciptakan lingkungan yang aman, adil, dan berkeadilan bagi semua. Dengan upaya yang berkelanjutan, diharapkan kasus serupa tidak akan terulang kembali di masa depan.
Manfaatkan juga waktu anda untuk mengeksplorasi lebih banyak lagi informasi update terbaru lainnya hanya di KEPPOO INDONESIA.
Sumber Informasi Gambar:
1. Gambar Pertama dari news.detik.com
2. Gambar Kedua dari kumparan.com