Emosi Nikita Mirzani Meluap Jelang Sidang Kasus Pemerasan, Ini Penyebabnya
Emosi nikita mirzani memuncak menjelang sidang kasus pemerasan, dipicu oleh ketidakpuasan terhadap proses hukum dan insiden di persidangan.
Nikita merasa bahwa ia telah cukup bersabar dan memilih diam selama lima bulan terakhir. Dibawah ini anda bisa melihat berbagai informasi menarik lainnya seputaran KEPPOO INDONESIA.
Awal Kasus Nikita Mirzani
Kasus ini bermula ketika Nikita dilaporkan oleh Reza Gladys pada 3 Desember 2024 ke Polda Metro Jaya. Reza mengklaim bahwa Nikita dan asistennya, Ismail Marzuki, meminta uang senilai total Rp 4 miliar sebagai “uang tutup mulut” atas tudingan menjelekkan produk skincare milik Reza melalui platform media sosial seperti TikTok.
Reza mengaku menerima ancaman jika tidak membayar, sementara uang ditransfer sebagian ke rekening dan sebagian secara tunai. Nikita dan Ismail selanjutnya ditetapkan sebagai tersangka oleh penyidik pada 20 Februari 2025.
Pada 4 Maret 2025, keduanya resmi ditahan di Polda Metro Jaya selama 20 hari pertama. Nikita tampil di hadapan publik dengan rompi tahanan, namun tampak santai dan berkomunikasi dengan media.
Ketegangan di Ruang Sidang
Ketegangan di ruang sidang melibatkan adu mulut antara Nikita Mirzani dan jaksa, yang semakin memanaskan suasana. Jaksa berulang kali meminta Nikita untuk mengenakan rompi tahanan, yang menjadi salah satu pemicu kemarahan Nikita.
Nikita menolak untuk mengenakan rompi tersebut dan terlibat cekcok dengan jaksa. Jaksa bahkan terlihat semakin emosi dan melotot, memaksa Nikita mengenakan rompi sambil berteriak, “Pakai! Pakai!”.
Informasi Gembira bagi pecinta bola, Link Aplikasi Nonton Indonesia vs China dan Jepang vs Indonesia GRATIS, Segera download!

Sidang Perdana Nikita Mirzani
Sidang perdana berlangsung 24 Juni 2025, dengan agenda pembacaan dakwaan atas dugaan pemerasan dan tindak pidana pencucian uang (TPPU). Nikita tampak emosional karena merasa dakwaan yang dibacakan jaksa sangat tidak sesuai fakta. Hakim sempat menegurnya karena Nikita menyapa pengunjung dalam sidang.
Saat Jaksa Penuntut Umum membacakan dakwaan, Nikita mengaku “ternganga-nganga” karena banyak tuduhan yang dinilai ngawur atau tidak berdasarkan data yang valid. Tak hanya itu, Nikita langsung mengajukan eksepsi dengan nada emosional. Ia menyatakan dakwaan tersebut sebagai potongan-potongan manipulatif dan bertema kriminalisasi.
Baca Juga: Kejaksaan Agung Periksa Sepupu Eks Pejabat MA Zarof Ricar Kasus TPPU
Pemicu Emosi Nikita Mirzani
Emosi semakin memuncak pada 24 Juli 2025, saat sidang berlangsung dengan menghadirkan saksi dan Reza Gladys di ruang sidang. Nikita terlihat ngamuk setelah mengonfrontasi Reza soal legalitas produk skincare yang diduga tidak terdaftar di BPOM.
Dalam perdebatan tersebut, Nikita mempertanyakan apakah Reza menggunakan izin BPOM yang sah, dan menuduh adanya manipulasi atas label produk. Ketegangan meningkat ketika hakim turun tangan untuk menghentikan debat yang semakin panas antara Nikita dan Reza.
Selain itu, Nikita secara terbuka mengecam BPOM dan meminta Presiden Prabowo Subianto membubarkan lembaga tersebut karena dianggap tidak menjalankan tugasnya melindungi masyarakat dari produk skincare ilegal. Nikita menyebut dirinya sebagai korban dari “skincare mafia” yang dilindungi oleh sistem.
Reaksi Publik dan Kesan di Media
Publik menyaksikan sisi lain sosok Nikita Mirzani bukan hanya artis kontroversial, tetapi perempuan yang siap menghadapi sistem hukum dan mempertanyakan integritas lembaga publik. Banyak yang mendukung langkahnya membuka praktik perdagangan produk kecantikan ilegal. Namun, tak sedikit juga yang menilai emosinya berlebihan dan kurang menghormati proses pengadilan.
Media arus utama menyoroti komentar tajam Nikita di depan awak media saat tiba di sidang: “Ini sidang terbuka, jadi siapa saja, setan, iblis, tuyul boleh hadir.” Ucapan tersebut semakin memperkuat citra Nikita sebagai sosok pemberani sekaligus provokatif.
Kesimpulan
Aksi emosional Nikita Mirzani menjelang sidang bukan hanya karena tekanan psikologis, tetapi juga merupakan bagian dari strategi pembelaan hukum dan citra publik. Ia memproyeksikan diri sebagai korban kriminalisasi hukum serta diri yang mau berbicara soal keadilan konsumen. Keriuhan emosional ini mengundang perhatian publik sekaligus memaksa lembaga peradilan dan regulasi kosmetik untuk berada dalam sorotan.
Meskipun emosi sering dianggap kontra-produktif dalam ruang pengadilan, dalam kasus ini, Nikita menempatkannya sebagai kekuatan moral untuk mendorong transparansi dan menuntut lembaga pengawas seperti BPOM bergerak aktif dalam menangani produk skincare ilegal.
Simak dan ikuti terus KEPPOO INDONESIA agar Anda tidak ketinggalan informasi menarik lainnya yang terupdate setiap hari.
- Gambar Utama dari www.kapanlagi.com
- Gambar Kedua dari celebrity.okezone.com