|

Pemerasan Modus Video Call Sex (VCS), Pelaku Saudara Kandung Mampu Raup Rp100 Juta

bagikan

Kasus pemerasan dengan Modus video call sex (VCS) yang dilakukan oleh dua kakak beradik berhasil dibongkar oleh Ditresiber Polda Metro Jaya.

Pemerasan Modus Video Call Sex (VCS), Pelaku Saudara Kandung Mampu Raup Rp100 Juta

Pelaku menggunakan teknik canggih memancing korban lewat aplikasi Bigo Live dan kemudian memeras mereka dengan ancaman menyebarkan video intim yang direkam tanpa sepengetahuan korban. Aksi ini meraup keuntungan mencapai Rp100 juta selama lebih dari satu tahun beroperasi. Berikut adalah uraian lengkap terkait kasus ini beserta proses pelakuannya, penangkapan, dan dampak hukum yang menyertainya.

tebak skor hadiah pulsabanner-free-jersey-timnas

Latar Belakang Kasus Pemerasan Modus Video Call Sex

Kasus pengungkapan ini menegaskan adanya tindak pidana sextortion, yakni pemerasan yang disertai ancaman penyebaran konten seksual eksplisit. Dalam kasus tersebut, modusnya adalah dengan menyamar sebagai sosok perempuan menggunakan aplikasi media sosial, lalu mengajak korban melakukan video call intim.

Rekaman video yang dilakukan secara diam-diam saat korban melakukan video call tersebut kemudian dijadikan alat pemerasan dengan ancaman penyebaran kepada keluarga atau teman korban. Kasus ini mendapat perhatian besar karena bagaimana pelaku memanfaatkan celah keamanan digital yang ada di platform dan aplikasi sosial media modern.

Metode Pelaku dalam Memikat Korban

Pelaku yang merupakan kakak beradik memulai aksinya dengan membuat akun di aplikasi Bigo Live. Dimana mereka menyamar sebagai perempuan dan mengunggah konten yang menarik dan vulgar. Hal ini bertujuan memikat para calon korban, yang mayoritas laki-laki, untuk berinteraksi lebih lanjut.

“Pemerasan yang dilakukan melalui media online yang sering kita kenal juga dengan sextortion atau tindak pidana pemerasan yang disertai oleh ancaman penyebaran konten eksplisit atau intim atau seksual,” kata Kasubdit IV Ditres Siber Polda Metro Jaya, AKBP Herman Edco Wijaya Simbolon kepada wartawan, Selasa (6/5).

Setelah korban tertarik dan mulai berkomunikasi, pelaku memindahkan jalur komunikasi ke aplikasi Telegram supaya lebih intens dan privat. Di sinilah proses pemerasan mulai dijalankan, dengan pelaku mengajak korban untuk melakukan video call dengan tampilan seolah-olah pelaku adalah perempuan asli yang berinteraksi dengan mereka.

Informasi Gembira bagi pecinta bola, Ayo nonton pertandingan bola khusunya timnas garuda, Segera download!

shotsgoal apk  

Teknik Video Call dan Perekaman Gelap

Teknik yang digunakan pelaku dalam modus video call sex (VCS) melibatkan penggunaan dua perangkat handphone secara bersamaan. Salah satu handphone digunakan untuk melakukan video call dengan korban. Sementara handphone lainnya memutar video perempuan dengan tindakan vulgar yang sudah diunduh sebelumnya.

Dengan cara ini, korban diajak melakukan video call intim yang sebenarnya hanya berinteraksi dengan rekaman video tersebut. Sehingga korban tidak menyadari bahwa sosok yang dilihat bukanlah orang asli. Selama video call berlangsung, pelaku secara diam-diam merekam tampilan video call korban yang berisi konten pribadi dan intim.

Rekaman ini kemudian dipergunakan sebagai alat pemerasan. Dengan pelaku mengancam akan menyebarkan video tersebut ke keluarga atau teman korban jika korban tidak memenuhi tuntutan berupa sejumlah uang. Teknik ini membuat korban merasa tertekan dan cemas, sehingga banyak yang akhirnya menyerahkan uang untuk menghindari penyebaran video tersebut.

Ancaman dan Pemerasan yang Dilakukan

Setelah mendapatkan rekaman video pribadi korban, pelaku melancarkan ancaman serius untuk memeras para korban. Pelaku mengancam akan menyebarkan video-video tersebut ke keluarga, teman, atau pasangan korban yang dapat merusak reputasi dan kehidupan sosial mereka.

Kolaborasi kakak beradik ini melibatkan strategi profiling terhadap korban. Mengetahui kasus dan situasi korban supaya ancaman terasa lebih nyata dan menakutkan. Para korban terpaksa membayar uang mulai dari jutaan hingga puluhan juta rupiah untuk menebus video intim agar tidak tersebar luas. Hal ini menyebabkan banyak korban memilih bungkam karena takut dampak sosial yang dapat terjadi.

Baca Juga: Viral Warga Bandung Jual Kain Kafan, Lewat Live TikTok

Penangkapan Pelaku dan Peran Masing-Masing

Penangkapan Pelaku dan Peran Masing-Masing

Setelah melalui penyelidikan yang intensif dan mendalam. Pihak kepolisian berhasil menangkap pelaku utama berinisial MD yang berusia 25 tahun di kota Palembang, Sumatera Selatan. Penangkapan ini menjadi titik terang dalam pengungkapan kasus pemerasan dengan modus video call sex (VCS) yang sudah berlangsung selama satu tahun lebih.

Sementara itu, kakak dari MD yang berinisial I dan berusia 27 tahun hingga kini masih menjadi buronan dan masuk dalam daftar pencarian orang (DPO) polisi. Status buron kakak pelaku ini membuat upaya penegakan hukum belum sepenuhnya tuntas. Sehingga polisi terus melakukan pengejaran dan penyelidikan lebih lanjut untuk menangkap pelaku yang satu ini.

Dalam menjalankan aksinya, MD mengambil peran yang sangat strategis dan terorganisasi dengan baik. Ia bertugas membuat dan mengelola akun di aplikasi Bigo Live dan Telegram yang digunakan sebagai alat untuk memikat dan berkomunikasi dengan para korban secara online.

Melalui akun Telegram tersebut, MD tidak hanya berinteraksi tetapi juga menyebarkan rekaman video video call intim korban tanpa sepengetahuan mereka sebagai bahan pemerasan. Korban kemudian dipaksa membayar sejumlah uang untuk menghindari penyebaran video tersebut ke keluarga, teman, atau lingkungan sekitar mereka.

Kolaborasi yang terjalin erat antara MD dan kakaknya menunjukkan tingkat perencanaan dan koordinasi yang matang. Dimana masing-masing pelaku memiliki peran yang berkelanjutan dalam proses memproduksi dan mengelola alat pemerasan ini secara profesional dan sistematis.

Besarnya Kerugian dan Dampak Sosial

Dalam lebih dari satu tahun beraksi sejak 2024, pelaku berhasil meraup keuntungan sekitar Rp100 juta yang digunakan untuk kebutuhan sehari-hari. Meski jumlah korban sebenarnya diperkirakan lebih banyak, hanya sebagian kecil yang berani melapor ke polisi karena khawatir video intim tersebar dan mempengaruhi reputasi pribadi dan keluarganya.

Mayoritas korban berjenis kelamin laki-laki, tetapi tidak menutup kemungkinan ada juga korban perempuan. Kerugian finansial ini yang dialami korban sangat bervariasi, mulai dari jutaan hingga puluhan juta rupiah. Ini menunjukkan betapa pelaku berhasil memanfaatkan situasi ketakutan korban secara efektif.

Penegakan Hukum dan Sanksi Pelanggaran ITE

Pelaku MD telah ditetapkan sebagai tersangka dan ditahan polisi dengan jeratan hukum Pasal 45 ayat (10) Jo Pasal 27B ayat (2) Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2024 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE) yang mengatur tindak pidana pemerasan dan penyebaran konten seksual eksplisit.

Kasus ini menjadi pelajaran penting mengenai bagaimana hukum digital ditegakkan untuk mengatasi kejahatan siber yang semakin kompleks. Sementara itu, polisi masih terus melakukan pencarian kakak pelaku yang masih buron dan mendalami penyelidikan agar kasus serupa tidak terulang di kemudian hari.

Kesimpulan

Kasus pemerasan modus VCS kakak beradik ini mengangkat isu penting tentang perlindungan data pribadi dan keamanan digital di era media sosial. Pesatnya perkembangan platform seperti Bigo Live dan Telegram menyediakan potensi celah bagi para pelaku kriminal melakukan penipuan dan pemerasan.

Hal ini memperingatkan masyarakat agar selalu waspada dan mengedukasi diri terkait privasi digital. Serta pentingnya perlindungan hukum yang ketat untuk mencegah penyalahgunaan teknologi. Kasus ini juga membuka dialog tentang tanggung jawab penyedia platform dalam mengawasi dan mencegah penyalahgunaan akun yang dapat membahayakan pengguna lainnya.

Manfaatkan juga waktu anda untuk mengeksplorasi lebih banyak lagi informasi update terbaru lainnya hanya di KEPPOO INDONESIA.


Sumber Informasi Gambar:

1. Gambar Pertama dari vulcanpost.com
2. Gambar Kedua dari club.jollymax.com

Similar Posts

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *