Taruna AL Disetrika Senior Hingga Tewas, 6 Pelaku Dihukum Mati
Kasus kematian Taruna AL Zulfarhan Osman Zulkarnain, Universitas Pertahanan Nasional Malaysia (UPNM), mengungkap tragedi yang kelam dalam institusi pendidikan tersebut.
Pada 2017, Zulfarhan tewas akibat penganiayaan brutal oleh sesama taruna menggunakan alat setrika uap. Kasus ini kembali menarik perhatian publik setelah enam pelaku utama dijatuhi hukuman gantung hingga mati oleh Pengadilan Tinggi Malaysia.
Kronologi Penganiayaan
Zulfarhan, yang lahir pada tahun 1996, memiliki cita-cita besar untuk menjadi kapten laut dan melanjutkan pendidikannya di UPNM dengan jurusan Teknik Elektron. Namun, hidupnya berubah drastis ketika pada Mei 2017, ia dituduh mencuri laptop milik salah satu pelaku. Akibat tuduhan tersebut, Zulfarhan mengalami penyiksaan yang sangat menyedihkan, di mana ia dipaksa mengaku dengan metode yang sangat kejam, termasuk penyiksaan menggunakan setrika uap yang mengakibatkan luka parah.
Penganiayaan ini terjadi di Asrama Jebat, UPNM, selama dua hari, dari tanggal 21 hingga 22 Mei 2017. Selama waktu tersebut, Zulfarhan disetrika sebanyak 90 kali, mengakibatkan luka bakar serius pada 80 persen tubuhnya. Kejadian ini menunjukkan bahwa tindakan para pelaku telah melampaui batas kekejaman, dan sangat mencerminkan tindakan tidak manusiawi yang seharusnya tidak terjadi di lingkungan pendidikan.
Pertimbangan Hakim
Menurutnya, penganiayaan yang terjadi pada tahun 2017 merupakan tindakan brutal yang langka dan ekstrem yang tidak dapat ditoleransi. Datuk Hadalia menggambarkan tindakan keenam penyerang itu sebagai “mengejutkan dan tidak biasa” karena mereka menutupi seluruh tubuh korban, termasuk alat kelaminnya, dengan besi.
Saat membacakan putusan, hakim menyatakan terbukti para terdakwa mengabaikan korban dan terus melakukan penganiayaan hingga menyebabkan korban mengalami luka bakar hingga 90 persen di sekujur tubuhnya. Para terdakwa juga ditemukan menyembunyikan korban setelah penyiksaan untuk mencegah kejahatannya terbongkar.
Mereka juga menolak membawa korban ke Rumah Sakit Serdang untuk dirawat, meskipun staf medis di Klinik Assalaam di Bandar Baru Bangi, Malaysia, mendorong mereka untuk melakukannya. Saya tidak pergi.
Penetapan Vonis
Setelah melewati proses hukum yang cukup panjang, pada 23 Juli 2024, Pengadilan Tinggi Malaysia akhirnya menjatuhi hukuman gantung hingga mati bagi enam pelaku utama dalam kasus mati Zulfarhan. Sebelumnya, mereka hanya dijatuhi hukuman 18 tahun penjara, yang dirasa terlalu ringan mengingat betapa kejamnya tindakan penganiayaan yang mereka lakukan terhadap Zulfarhan.
Hakim Hadhariah Syed Ismail, yang memimpin panel dalam sidang tersebut, menekankan bahwa luka-luka parah yang diderita Zulfarhan menunjukkan jelas adanya niat dari pelaku untuk membunuh. Oleh karena itu, keputusan untuk memberikan hukuman mati dianggap sejalan dengan kejahatan yang mereka lakukan, dan diharapkan bisa memberikan efek jera bagi yang lain agar tidak melakukan tindakan serupa di masa depan.
Tanggapan Terhadap Vonis
Keputusan pengadilan yang menjatuhkan hukuman gantung kepada enam pelaku penganiayaan Zulfarhan mendapat tanggapan yang beragam dari masyarakat. Banyak yang merasa bahwa hukuman ini sudah tepat, mengingat beratnya tindakan yang dilakukan. Namun, ada juga yang menyesalkan mengapa hukuman seberat ini tidak diberikan sejak awal, ketika pelaku awalnya hanya dijatuhi hukuman penjara 18 tahun. Masyarakat berharap ke depannya hukuman yang lebih tegas bisa diterapkan untuk mencegah kejadian serupa.
Sebagian aktivis juga mulai bersuara, meminta penegakan hukum yang lebih ketat terhadap kasus kekerasan di lingkungan pendidikan. Hal ini menjadi sinyal bahwa ada harapan akan perubahan dalam sistem hukum dan perlindungan mahasiswa di sekolah. Semua pihak menantikan langkah-langkah konkret dari pemerintah dan lembaga pendidikan untuk memastikan bahwa insiden penganiayaan tidak akan terulang di masa mendatang.
Baca Juga: Menteri Desa Gandeng PPATK Terkait Penggunaan Dana Desa untuk Judi Online
Tanggapan Keluarga Korban
Mengomentari putusan tersebut, ayah korban, Zulqarnain Idris (60), mengungkapkan haru dan rasa terima kasih. Zulkarnain mengucapkan terima kasih kepada majelis hakim Pengadilan Banding yang telah mengambil keputusan tepat dan mengatakan bahwa putusan tersebut merupakan keadilan bagi anaknya. “Kami ingin mengucapkan rasa syukur kepada Allah karena telah mengabulkan doa keluarga kami dan semua warga Malaysia yang telah mengikuti kasus ini,” kata Idros, seperti dilansir The Star Malaysia.
Zulqarnain menangis tersedu-sedu saat hakim menjatuhkan hukuman mati kepada keenam pelaku. Ia pun menyampaikan rasa sedih yang amat dalam saat majelis hakim menyatakan pihak keluarga tidak mengetahui kejadian tersebut.
Ibu korban, Hawa Osman, 61, mengaku merasa lega, meski proses banding untuk pelaku lainnya di Pengadilan Federal masih berlangsung. “Kami sangat bersyukur karena kuasa hukum kami mampu membantah dalil kuasa hukum terdakwa,” kata Hawa.
Profil Zulfarhan Osman Zulkarnain
Zulfarhan Osman Zulkarnain adalah seorang mahasiswa yang sangat bercita-cita. Dia merupakan anak dari Zulkarnain dan Hawa, dan selalu dikelilingi oleh kasih sayang keluarganya. Zulfarhan dikenal sebagai orang yang rajin dan punya ambisi yang tinggi untuk bisa berkarir di bidang kelautan. Dia bekerja keras untuk menggapai impiannya dan memiliki banyak harapan untuk masa depan yang cerah.
Namun, kematian Zulfarhan menjadi pukulan berat bagi keluarganya. Kehilangan sosok yang penuh semangat dan cita-cita ini sangat dirasakan oleh orang-orang terdekatnya. Kenangan tentang usahanya yang tak kenal lelah untuk mencapai impian selalu akan diingat. Dan kini mereka berharap keadilan dapat ditegakkan bagi Zulfarhan untuk menghormati segala perjuangannya.
Fakta Kematian Zulfarhan
Zulfarhan Osman Zulkarnain meninggal dunia dengan kondisi yang sangat mengenaskan pada 1 Juni 2017 di RS Sedang. Hasil pemeriksaan menunjukkan bahwa tubuhnya dipenuhi dengan 90 bekas luka bakar dari setrika uap akibat penyiksaan yang ia derita. Selain luka bakar yang mengerikan, sejumlah tulang di tubuhnya juga patah akibat pukulan. Kejadian ini jelas sangat tragis dan menciptakan gelombang berita yang mengejutkan masyarakat Malaysia.
Berita tentang kematian Zulfarhan langsung jadi perbincangan hangat di mana-mana. Banyak orang jadi mempertanyakan bagaimana keamanan dan perlindungan bagi mahasiswa di lingkungan pendidikan bisa terjaga. Kasus ini menyoroti betapa pentingnya untuk melindungi siswa dari kekerasan dan perlunya tindakan tegas dari pihak berwenang agar insiden serupa tidak terjadi lagi di masa depan.
Penangkapan Pelaku Lain
Setelah Kasus kematian Taruna AL Zulfarhan, selain enam pelaku utama yang dihukum gantung sampai mati. Ada juga satu taruna lain yang terlibat dalam penganiayaan. Dia dijatuhi hukuman penjara selama 3 tahun. Meskipun ada proses hukum yang diambil untuk menindak tegas pelaku. Banyak orang yang merasa hukuman ini masih terlalu ringan mengingat tindakan kekerasan yang dilakukan sangat brutal.
Pihak berwenang di Malaysia seharusnya lebih ketat dalam mengawasi lingkungan pendidikan supaya kejadian serupa tidak terulang di masa depan. Penting juga untuk meningkatkan kesadaran di kalangan mahasiswa mengenai bahaya kekerasan dan pentingnya saling menghormati. Dengan begitu, diharapkan insiden tragis seperti yang menimpa Zulfarhan tidak terjadi lagi.
Kesimpulan
Kasus kematian Taruna AL Zulfarhan Osman Zulkarnain menunjukkan perlunya perhatian lebih terhadap kekerasan di institusi pendidikan. Vonis hukuman gantung bagi enam pelaku utama merupakan langkah menuju keadilan, meskipun masih ada lebih banyak yang harus dilakukan untuk melindungi mahasiswa dari tindakan kekerasan. Proses hukum yang diambil menjadi dasar diharapkan untuk menegakkan keadilan dan mencegah penganiayaan lebih lanjut.
Semoga kejadian ini menjadi pelajaran bagi semua pihak. Dan pencarian keadilan bagi Zulfarhan dapat menjadi titik awal perbaikan dalam sistem pendidikan di Malaysia. Manfaatkan juga waktu anda untuk mengeksplorasi lebih banyak lagi informasi viral terupdate lainnya hanya di KEPPOO INDONESIA.