Kenaikan tarif impor AS terhadap China menjadi 145% merupakan langkah drastis yang memperburuk ketegangan perdagangan antara kedua negara.

Presiden Amerika Serikat, Donald Trump, kembali mengejutkan dunia dengan kebijakan terbarunya dalam perang dagang melawan China. Pada awal April 2025, Trump mengumumkan peningkatan tarif impor terhadap produk-produk dari China menjadi total 145%.

Latar Belakang Kenaikan Tarif
Sejak awal masa jabatannya, Trump memang dikenal keras terhadap China. Dengan alasan melindungi industri domestik AS dan mengurangi ketergantungan ekonomi terhadap Negeri Tirai Bambu.
Ketegangan semakin meningkat ketika China membalas dengan tarif balasan sebesar 84%, dan isu tambahan seperti tudingan keterlibatan China dalam penyebaran fentanil ke AS makin memperkeruh hubungan bilateral.
Dalam situasi ini, kebijakan tarif tinggi dianggap sebagai strategi Trump untuk menunjukkan ketegasan politik sekaligus memenangkan simpati pemilih nasionalis menjelang pemilu.
Informasi Gembira bagi pecinta bola, Ayo nonton pertandingan bola khusunya timnas garuda, Segera download!
Dampak Terhadap Importir AS
Kenaikan tarif ini menimbulkan kepanikan di kalangan importir Amerika. Banyak perusahaan yang bergantung pada produk dari China menghadapi lonjakan biaya yang signifikan. Perbedaan antara tarif 125% dan 145% dapat berarti ribuan dolar tambahan per kontainer, yang berdampak langsung pada harga jual dan margin keuntungan.
Importir yang telah mengirimkan barang sebelum pengumuman tarif baru mungkin masih dapat menghindari biaya tambahan ini. Namun, bagi pengiriman yang sedang dalam perjalanan atau baru akan dikirim, tarif baru akan segera berlaku. Hal ini menciptakan ketidakpastian dan kekhawatiran di kalangan pelaku bisnis.
Baca Juga:
Reaksi China dan Eskalasi Perang Dagang

Reaksi China terhadap kenaikan tarif impor oleh Amerika Serikat tak kalah tegas dan menunjukkan sinyal eskalasi lebih lanjut dalam perang dagang kedua negara. Pemerintah China mengecam kebijakan tersebut sebagai tindakan proteksionis ekstrem yang merusak tatanan perdagangan global dan merugikan kedua belah pihak.
Beijing kemudian mengisyaratkan akan mengambil langkah balasan yang lebih keras. Termasuk memperluas daftar produk asal AS yang akan dikenai tarif tinggi serta meninjau ulang kerja sama ekonomi strategis.
Tak hanya itu, China juga mempercepat upaya diversifikasi pasar ekspor dan mempererat hubungan dagang dengan negara-negara lain seperti Rusia, Brasil, dan negara-negara Asia Tenggara.
Situasi ini memicu kekhawatiran global akan terjadinya ketegangan ekonomi yang berkepanjangan. Mengingat perang dagang AS-China sebelumnya sempat mengguncang pasar dunia dan menghambat pemulihan ekonomi pasca pandemi.
Implikasi Ekonomi Global
Kenaikan tarif impor AS terhadap China hingga 145% dan respons keras dari Beijing berpotensi menimbulkan implikasi serius terhadap ekonomi global. Ketegangan ini tidak hanya memicu ketidakpastian di pasar saham internasional. Tetapi juga mengganggu rantai pasok global yang sudah rapuh akibat pandemi dan konflik geopolitik lainnya.
Negara-negara berkembang yang bergantung pada ekspor bahan mentah ke China atau impor barang jadi dari AS turut terkena imbas karena volatilitas harga dan gangguan distribusi.
Selain itu, investor global cenderung bersikap hati-hati, menahan investasi besar hingga situasi menjadi lebih jelas. Lembaga keuangan internasional seperti IMF bahkan memperingatkan bahwa eskalasi perang dagang ini dapat menekan laju pertumbuhan ekonomi dunia, meningkatkan inflasi, dan memperluas ketimpangan antarnegara jika tidak segera diredakan melalui jalur diplomasi.
Importir AS menghadapi tantangan besar dalam menyesuaikan diri dengan biaya tambahan ini, sementara ekonomi global menghadapi ketidakpastian yang meningkat. Situasi ini memerlukan perhatian dan strategi yang hati-hati dari semua pihak yang terlibat.
Simak dan ikuti terus KEPPOO INDONESIA agar Anda tidak ketinggalan informasi menarik lainnya yang terupdate setiap hari.
- Gambar Pertama dari sindonews.com
- Gambar Kedua dari hasanah.id