UGM Digugat Triliunan Akibat Gaduh Soal Ijazah Jokowi
Universitas Gadjah Mada (UGM) kini tengah menghadapi tekanan hukum yang sangat serius dimana kini digugat Triliunan akibat gaduh soal keaslian ijazah Jokowi Presiden ke-7 Republik Indonesia.
Sebuah gugatan dengan nilai fantastis yaitu Rp69 triliun plus kerugian imateriil hingga Rp1.000 triliun telah diajukan ke Pengadilan Negeri Sleman. Gugatan ini menimbulkan gelombang kegaduhan di dunia pendidikan dan politik nasional. Berikut uraian lengkap tentang gugatan ini dan seputar dampaknya.
Latar Belakang Gugatan
Penggugat dalam kasus ini adalah Komardin, seorang advokat yang berdomisili di Makassar, Sulawesi Selatan. Ia melayangkan gugatan atas nama publik dan negara, tidak ada kaitannya secara pribadi dengan Jokowi. Menurut Komardin, UGM dianggap melakukan tindakan melawan hukum karena tidak transparan dalam memberikan informasi tentang ijazah serta skripsi Jokowi sesuai dengan ketentuan undang-undang.
Ketidaktransparanan ini dianggap sebagai sumber kegaduhan yang menyebabkan keresahan publik, yang berimbas luas hingga ke sektor ekonomi. Komardin menyatakan bahwa jika isu ini tidak diselesaikan, negara bisa mengalami kerugian serius yang tercermin dari anjloknya nilai tukar Rupiah dan melemahnya kepercayaan global terhadap kredibilitas lembaga pendidikan.
“Jadi sekarang ini kan skripsi palsu lah, ijazah palsu lah, sekarang supaya tidak menjadi gaduh di negara ini ya kita buktikan lewat pengadilan, akibat negara ini menjadi gaduh, ini kan nilai rupiah kita anjlok, kalau ini anjlok semua sektor rusak,” kata Komardin saat dihubungi, Rabu (14/5). Gugatan ini sekaligus menegaskan harapannya agar fungsi pendidikan dan reputasi UGM dapat dipulihkan demi kemaslahatan bangsa.
Klaim Kerugian Triliunan Rupiah dan Dampak Ekonomi
Dalam tuntutannya, Komardin mengajukan dua jenis kerugian yang harus dipertanggungjawabkan oleh UGM. Kerugian materiil yang diperkirakan mencapai Rp69 triliun dan kerugian imateriil yang lebih besar yaitu mencapai Rp1.000 triliun. Klaim tersebut berdasarkan perhitungan perubahan nilai tukar Rupiah terhadap dolar AS.
“Makanya saya tuntut itu UGM kerugian materiil itu ada Rp69 triliun, kerugian imateriil itu Rp1.000 triliun,” ucapnya. “Dibayar ke negara bukan kepada saya,” sambungnya menegaskan. Komardin mengaku dirinya tak ada urusan dengan Jokowi. Baginya, UGM-lah yang harus bertanggung jawab mengembalikan kondusifitas atas timbulnya kegaduhan di tengah publik hingga memicu anjloknya nilai tukar Rupiah.
Dua tahun lalu, nilai tukar rupiah berada di angka Rp15.500 per dolar AS, namun kini sudah menyentuh Rp16.700 per dolar AS, yang dinilai Komardin sebagai akibat langsung dari kegaduhan yang ditimbulkan masalah ijazah tersebut. Lebih lanjut ia menjelaskan, pelemahan nilai tukar rupiah memengaruhi kemampuan negara dalam membayar utang luar negeri yang jatuh tempo pada tahun 2025 sebesar Rp800,33 triliun.
Banyak pihak mengkhawatirkan bahwa apabila nilai tukar rupiah terus melemah hingga Rp20 ribu per dolar AS, negara akan menghadapi risiko kolaps ekonomi. Penjelasan ini memperkuat urgensi penyelesaian persoalan ini secara cepat dan tuntas.
Informasi Gembira bagi pecinta bola, Link Aplikasi Nonton Indonesia vs China dan Jepang vs Indonesia GRATIS, Segera download!

Ketidaktransparanan UGM
Inti keberatan Komardin terhadap UGM adalah tuduhan bahwa universitas besar tersebut tidak terbuka memberikan data yang diminta terkait ijazah dan skripsi Jokowi. Dalam dunia pendidikan, pengelolaan dokumen akademik yang transparan dan akuntabel mutlak diperlukan untuk menjaga kredibilitas institusi dan kepercayaan masyarakat. Komardin menduga maladministrasi yang terjadi dapat berakibat fatal terhadap reputasi UGM.
Hal ini menjadi sangat penting mengingat UGM selama ini dikenal sebagai salah satu universitas terbaik di Indonesia. Tim penggugat mengkhawatirkan bahwa bila kasus ini tidak dikelola dengan benar, peringkat dan reputasi kampus bisa mengalami penurunan signifikan.
Pihak Tergugat
Dalam gugatan yang terdaftar dengan nomor perkara 106/Pdt.G/2025/Pn Smn di Pengadilan Negeri Sleman, Komardin mencantumkan beberapa pihak sebagai tergugat. Mereka antara lain Rektor UGM Ova Emilia, empat wakil rektor, dekan Fakultas Kehutanan, kepala Perpustakaan Fakultas Kehutanan, dan Kasmudjo seorang dosen pembimbing akademik Jokowi saat kuliah di Fakultas Kehutanan UGM.
Penamaan Kasmudjo dimaksudkan sebagai upaya untuk meminta klarifikasi resmi atas berbagai klaim dan spekulasi yang berkembang terkait ijazah tersebut. Dengan melibatkan jajaran pimpinan tertinggi dan unsur akademis yang terkait langsung, gugatan ini menegaskan tingkat keseriusan dan menyasar berbagai aspek pengelolaan administrasi universitas.
Baca Juga: Roy Suryo Tolak Jawab Soal Ijazah Jokowi Saat Diperiksa, Ini Alasannya!
Kilas Balik Gugatan dan Proses Hukum yang Berjalan
Gugatan ini mulai dimasukkan ke Pengadilan Negeri Sleman sejak tanggal 5 Mei 2025. Sidang ini menjadi sorotan nasional mengingat sosok terlibat adalah seorang Presiden Republik Indonesia dan sisi akademik yang menjadi ranah perguruan tinggi bergengsi.
Bersama-sama tergugat, Rektor UGM Ova Emilia menghadapi tuntutan atas tuduhan perbuatan melawan hukum yang dilayangkan oleh Komardin. Proses hukum ini diharapkan akan mengungkap fakta sebenar-benarnya mengenai keaslian ijazah dan sekaligus menuntaskan kekisruhan yang terjadi.
Dampak Gugatan Terhadap Lingkungan Pendidikan dan Publik
Tak dapat dipungkiri, gugatan ini membawa dampak besar terhadap dunia pendidikan di Indonesia. Kasus melibatkan institusi pendidikan ternama seperti UGM mendesak perlunya transparansi dan reformasi administrasi akademik. Keran informasi yang tertutup selama ini menjadi persoalan utama yang mengundang kecurigaan dan ketidakpercayaan publik.
Di sisi lain, kegaduhan ini juga berimbas pada kepercayaan masyarakat kepada lembaga-lembaga pendidikan tinggi dan bahkan berdampak luas ke stabilitas sosial dan ekonomi nasional. Sekalipun isu ini adalah ranah hukum dan akademis, publik mengharapkan penyelesaian cepat demi kebaikan bersama.
Upaya Penyelesaian
Gugatan Komardin sesungguhnya menyerukan agar UGM berperan untuk mengembalikan ketenangan dan kredibilitas lembaga. Dalam keterangannya, Komardin menegaskan bahwa tujuan utama gugatan bukan hanya soal individu Presiden, melainkan untuk menyelesaikan problem kegaduhan yang meluas.
Dengan proses hukum yang sedang berjalan, diharapkan masalah ini dapat diurai secara transparan dan akurat sehingga publik bisa mendapat kepastian hukum dan akademis. Klarifikasi dari pihak-pihak terkait, termasuk Rektor dan dosen pembimbing, menjadi langkah awal yang perlu diapresiasi.
Kesimpulan
Kasus UGM digugat Triliunan akibat gaduh soal ijazah Jokowi dengan nilai klaim hingga Rp69 triliun ini adalah pelajaran penting bagi institusi pendidikan dan penegakan hukum di Indonesia. Perkara yang membelit dokumen akademik seorang Presiden membawa konsekuensi besar yang bukan hanya soal reputasi, tapi juga dampak ekonomi dan kepercayaan masyarakat secara luas.
Transparansi dan akuntabilitas menjadi kunci utama penyelesaian demi menjaga harkat universitas dan stabilitas nasional. Hingga saat ini, proses hukum masih berjalan dan publik menanti respons resmi serta keputusan pengadilan yang adil dan terbuka. Gugatan ini menjadi momentum agar lembaga pendidikan tinggi di Indonesia terus memperbaiki tata kelola dan melindungi integritas akademiknya.
Manfaatkan juga waktu anda untuk mengeksplorasi lebih banyak lagi informasi update terbaru lainnya hanya di KEPPOO INDONESIA.
Sumber Informasi Gambar:
1. Gambar Pertama dari democrazy.id
2. Gambar Kedua dari solo.tribunnews.com