Viral! Grup FB Fantasi Sedarah, Pemerintah di Minta Bertindak Tegas
Grup Facebook (FB) Fantasi Sedarah belakangan ini menjadi sorotan publik setelah kontennya yang memuat fantasi hubungan sedarah atau inses viral dan menuai kecaman keras.
Grup ini yang diikuti oleh ribuan anggota tersebut tidak hanya menampilkan diskusi dan pengalaman terkait hal-hal menyimpang secara seksual terhadap anggota keluarga sendiri, tetapi juga menjadi fokus perhatian aparat penegak hukum dan lembaga perlindungan anak. Kasus ini memunculkan urgensi penegakan hukum yang tegas serta perlindungan yang optimal bagi korban yang terdampak. Berikut pembahasan lengkap mengenai kasus ini dari berbagai aspek.
Viral dan Konten Berbahaya Grup Fantasi Sedarah
Grup Facebook Fantasi Sedarah ramai diperbincangkan karena memuat konten yang mengarah pada fantasi hubungan sedarah alias inses. Konten yang beredar di dalam grup itu berisikan pengalaman-pengalaman anggota yang membagikan hal-hal menyimpang terkait kegiatan seksual dengan anggota keluarga sendiri. Hal ini jelas menjadi pelanggaran serius terhadap norma kesusilaan dan hak anak serta melanggar hukum yang berlaku di Indonesia.
Keberadaan grup ini sampai akhirnya viral di media sosial memicu reaksi keras dari masyarakat luas. Yang menilai konten tersebut sangat berbahaya bagi perkembangan mental dan moral anak-anak serta generasi muda. Selain itu, dampak dari penyebaran konten tersebut juga menjadi perhatian karena dapat menjadi pemicu bahaya nyata di masyarakat jika dibiarkan begitu saja.
Penegakan Hukum yang Tegas dan Sinergi Lembaga
Menanggapi viralnya kasus tersebut, Wakil Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (KemenPPPA). Veronica Tan, menyatakan bahwa aparat penegak hukum akan bergerak cepat dan tegas untuk menindak pelaku yang berada di balik grup Facebook Fantasi Sedarah.
KemenPPPA terus menjalin koordinasi dengan Direktorat Tindak Pidana Perempuan dan Anak (PPA-PPO) Polri serta Direktorat Siber untuk mengusut tuntas dan menindaklanjuti kasus ini hingga ke akar-akarnya.
Senada dengan hal tersebut, Kapolri Listyo Sigit juga menegaskan komitmennya untuk menindak tegas semua pihak yang terlibat dalam grup yang disebut haram tersebut. Penindakan menyeluruh diharapkan dapat memberikan efek jera sehingga fenomena ini tidak berulang di kemudian hari.
Informasi Gembira bagi pecinta bola, Link Aplikasi Nonton Indonesia vs China dan Jepang vs Indonesia GRATIS, Segera download!

Pelanggaran Berat Terhadap Hak Anak
Ketua Umum Lembaga Perlindungan Anak Indonesia (LPAI), Seto Mulyadi, menegaskan bahwa kasus Grup FB fantasi sedarah merupakan pelanggaran hak anak yang sangat serius. “Apapun juga, arahnya adalah pelanggaran hak anak,” ucap Seto pada hari Senin (19/5). Menurutnya, apa yang terjadi di dalam grup tersebut tidak hanya mencederai hak anak-anak sebagai korban. Tetapi juga secara moral merusak tatanan sosial yang sehat.
Seto juga mendorong pemerintah untuk bersikap tegas dengan mengusut tuntas kasus ini. Serta meminta Kemkominfo Digital (Kemkomdigi) untuk segera bertindak bersama Kepolisian agar para pelaku bisa diproses hukum dan ditangkap dengan cepat. “Mungkin Komdigi bekerja sama dengan Mabes Polri, segera menangkap pelaku-pelaku itu,” tuturnya.
Perlunya Pendampingan Bagi Korban Inses dan Kekerasan Seksual
Selain penindakan terhadap pelaku, perlindungan bagi para korban menjadi hal yang sangat penting. Seto mengingatkan pentingnya pendampingan bagi korban kekerasan seksual, khususnya kasus kekerasan dalam lingkup keluarga yang kerap menimbulkan trauma mendalam. Salah satu bentuk pendampingan yang diperlukan adalah terapi psikologis dari para psikolog atau psikiater profesional.
“Kementerian Kesehatan punya peran besar untuk kesehatan jiwa korban. Mereka bisa bekerja sama dengan HIMSI (Himpunan Psikologi Indonesia) ataupun Ikatan Dokter Ahli Jiwa,” katanya. Pendampingan dan rehabilitasi psikis sangat dibutuhkan agar korban dapat pulih dan mampu menjalani kehidupan yang lebih baik setelah masa-masa traumatis.
Tidak hanya itu, Seto juga mengingatkan agar masyarakat yang mengetahui adanya kasus seperti ini sejak dini agar tidak diam saja. Melaporkan kejadian tersebut ke pihak berwajib sangat penting agar korban bisa segera mendapatkan perlindungan dan pelaku dapat diproses hukum.
Kewajiban Melapor Sesuai Undang-Undang Perlindungan Anak
Dalam Undang-Undang Perlindungan Anak, terdapat ketentuan yang mewajibkan siapapun yang mengetahui adanya pelanggaran terhadap anak, baik berupa kekerasan maupun kejahatan seksual, untuk melaporkan kepada pihak berwenang. Seto menekankan bahwa ketidakberdayaan atau ketidakpedulian masyarakat yang mengetahui kasus ini namun memilih diam, bisa dikenakan sanksi pidana.
“Undang-Undang Perlindungan Anak kan ada pasal yang mengatakan, siapapun yang mengetahui ada pelanggaran hak anak, ada kekerasan atau kejahatan terhadap anak. Termasuk kejahatan seksual, ini kan masuk bagi kejahatan seksual, kemudian tidak berusaha menolong atau minimal melapor, nah itu yang paling penting. Itu juga bisa terkena sanksi pidana, gitu,” jelas Seto.
Ketentuan tersebut bertujuan agar setiap warga negara turut berperan aktif dalam melindungi anak dan menghentikan praktik kekerasan atau eksploitasi yang dilakukan kepada anak-anak di sekitar mereka.
Baca Juga: Kronologi Aipda AD Perkosa Ibu Mertua, Dari Dapur ke Kamar di Buton Utara!
Pandangan Pakar Psikologi Forensik
Pakar psikologi forensik, Reza Indragiri, memberikan pandangannya terkait fenomena yang muncul di grup Facebook tersebut. Menurutnya, perilaku yang dipertontonkan dalam grup Fantasi Sedarah tergolong perilaku menyimpang jauh dari nilai-nilai moral dan etika yang berlaku di masyarakat.
Reza menegaskan bahwa walaupun ada sebagian orang yang mungkin melihat kasus ini sebagai suatu kelainan kejiwaan atau orientasi seksual, fakta hukumnya tetap bahwa ini adalah kejahatan yang bejat. “Betapapun kita sebut sebagai penyimpangan, bukan berarti pelakunya bisa diasosiasikan sebagai orang yang sakit, tidak waras, kelainan jiwa,” ujarnya.
Lebih lanjut, ia mengingatkan bahwa para pelaku harus dianggap sebagai orang yang normal waras yang bertanggung jawab atas tindakannya dan harus diproses secara pidana. “Kata ‘jahat’ ini berkonsekuensi mereka harus dianggap sebagai orang yang normal/waras, sehingga bisa dimintai pertanggungjawaban secara pidana,” imbuh Reza.
Pentingnya Penegakan Hukum yang Tak Pandang Bulu untuk Efek Jera
Reza menekankan, aparat hukum harus bertindak cepat dan tidak pilih kasih dalam menangani kasus ini. Penegakan hukum tidak cukup hanya menindak pengelola (admin) grup saja. Tetapi juga harus membidik seluruh anggota yang aktif turut serta menyebarkan konten tak senonoh.
“Kalau anggota akun itu ada sekitar 10 ribu misalnya, tapi kemudian yang diproses hukum hanya 1-2 orang saja yaitu adminnya, menurut saya tidak akan memunculkan efek jera,” tutur Reza. Efek jera sangat penting agar pelaku dan orang lain yang ingin melakukan tindakan serupa berpikir ulang sebelum bertindak.
Selain itu, Reza juga menguraikan bahwa penegakan hukum hanyalah salah satu dari upaya yang harus dilakukan. Tiga pendekatan lain juga diperlukan. Yaitu pre-emptive action melalui literasi bermedia sosial, langkah preventif untuk mencegah penyebaran konten menyimpang di masyarakat, serta rehabilitatif untuk pemulihan korban dan pelaku.
Pasal Pidana dan Peran UU ITE dalam Menjerat Pelaku
Menurut Reza, aspek hukum pidana seharusnya bisa mudah diterapkan pada kasus-kasus penyebaran konten asusila di media sosial. Pasalnya, Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE) secara tegas mengatur larangan penyebaran informasi yang mengandung muatan asusila.
“Kenapa? Siapapun yang menyebarkan informasi yang mengandung perbuatan asusila di media sosial, hitam putihnya sudah jelas kok UU ITE langsung menyergap itu,” tutur Reza. Ini berarti aparat penegak hukum tidak perlu ragu dalam menggunakan UU ITE sebagai instrumen untuk menindak penyebar konten serupa.
Dengan demikian, selain UU Perlindungan Anak. Aparat juga dapat mengandalkan UU ITE untuk menjerat pelaku penyebaran konten yang berbau eksploitasi seksual dan pornografi di ruang digital. Penindakan ini penting guna menciptakan ruang digital yang sehat, aman, dan terlindungi dari konten yang merugikan terutama bagi anak-anak dan remaja.
Kesimpulan
kasus Grup FB fantasi sedarah bukan hanya masalah biasa di media sosial. Tetapi merupakan persoalan serius yang menyangkut pelanggaran hak anak dan eksploitasi seksual yang harus dihadapi dengan tegas oleh aparat. Penegakan hukum, pendampingan korban, edukasi masyarakat, dan pengawasan ketat terhadap aktivitas digital adalah kunci utama dalam upaya memberantas fenomena ini.
Diharapkan dengan langkah-langkah tersebut, efek jera dapat tercipta dan perlindungan terhadap anak-anak dari konten berbahaya dapat terjamin. Manfaatkan juga waktu anda untuk mengeksplorasi lebih banyak lagi informasi update terbaru lainnya hanya di KEPPOO INDONESIA.
Sumber Informasi Gambar:
1. Gambar Pertama dari detiknews.com
2. Gambar Kedua dari tempo.co