Terungkap! Hakim Medan Minggu Saragih Tersandung Suap, Janji Bantu Kasus dengan Uang, Kini di pecat!
Hakim Medan, Minggu Saragih, terungkap di pecat menerima suap untuk mempengaruhi penyelesaian kasus dengan imbalan uang.
Ia menjanjikan kemudahan dalam menangani perkara hukum bagi pihak yang memberi suap. Tindakan tak terpuji ini akhirnya terbongkar, menyebabkan hakim tersebut di pecat dari jabatannya. Kasus ini semakin memperburuk citra lembaga peradilan dan menunjukkan betapa rentannya sistem hukum terhadap praktik korupsi.
Apa dampaknya bagi publik yang berharap pada keadilan yang bersih dan transparan. Dibawah ini KEPPOO INDONESIA akan membahas mengenai tentang hakim Minggu Saragih di pecat.
Skandal Mengejutkan Hakim Ad Hoc PHI PN Medan
Minggu Saragih, seorang hakim ad hoc di Pengadilan Hubungan Industrial (PHI) pada Pengadilan Negeri (PN) Medan, akhirnya resmi di pecat dengan tidak hormat setelah terbukti menerima uang dari pihak yang berperkara. Keputusan tersebut diambil dalam sidang Majelis Kehormatan Hakim (MKH) yang berlangsung pada Selasa, 6 Mei 2025, di Gedung Mahkamah Agung (MA), Jakarta.
Berita pengusutan dugaan suap ini bermula dari laporan Komisi Yudisial (KY) yang melakukan serangkaian penelusuran dan penyelidikan. Dalam sidang tersebut, Minggu Saragih dihadapkan pada sejumlah bukti terkait keterlibatan dirinya menerima uang dari seorang advokat yang sedang menangani perkara di pengadilan tersebut.
Juru Bicara Komisi Yudisial RI, Mukti Fajar Nur Dewata, menjelaskan, “Terlapor terbukti menerima uang dari pihak berperkara. MS terbukti melanggar berbagai pasal dalam Kode Etik dan Pedoman Perilaku Hakim yang diatur dalam Peraturan Bersama MA dan KY Nomor 02/PB/MA/IX/2012-02 PB/P.KY/09/2012.”
Informasi Gembira bagi pecinta bola, Ayo nonton pertandingan bola khusunya timnas garuda, Segera download!

Janji Bantu Atur 11 Perkara, Mahkamah Agung
Dalam pengungkapan fakta persidangan, Minggu Saragih tidak hanya menerima uang, tetapi juga diduga bersekongkol dengan seorang pengacara untuk membantu mengatur setidaknya 11 perkara. Bantuan ini bahkan mencakup urusan kasasi di tingkat Mahkamah Agung (MA).
Menurut Mukti Fajar, “Terlapor menjanjikan akan membantu atau mengatur 11 perkara, termasuk pada kasasi di MA. Hal ini menunjukkan pelanggaran serius atas kode etik hakim, karena janji tersebut mengandung unsur pengaturan perkara secara tidak sah.”
Sidang Majelis Kehormatan Hakim juga menemukan bahwa tindakan tersebut tidak hanya merusak integritas lembaga peradilan, tetapi juga mencederai rasa keadilan masyarakat yang mengandalkan lembaga hukum sebagai pilar utama negara hukum.
Pembelaan Minggu Saragih
Meski bukti kuat menumpuk, Minggu Saragih dalam persidangan membantah telah menerima suap. Ia mengklaim uang yang diterimanya adalah utang pribadi dari seorang pengacara dan telah dikembalikan sepenuhnya.
Dalam sidang, Minggu mengungkapkan, “Saya memang menerima sejumlah uang, tapi itu semua adalah pinjaman pribadi dan sudah saya bayar kembali. Bahkan saya membawa surat pernyataan dari advokat terkait sebagai bukti.”
Ia juga mengaku telah dikenai sanksi internal berupa penarikan dan pembinaan di Pengadilan Tinggi Medan sebagai bentuk pertanggungjawaban atas perbuatannya. “Saya merasa sudah mendapatkan sanksi atas pelanggaran yang saya lakukan,” ujar Minggu.
Namun, bukti tersebut tidak mampu mengubah keputusan MKH, yang menilai pembelaan tersebut tidak cukup untuk menghapus fakta pelanggaran kode etik yang serius.
Baca Juga: YouTuber Dilaporkan ke Polisi Usai Menyebut Nabi Muhammad Tokoh Fiktif
Majelis Kehormatan Hakim Putusan Pemberhentian
Dalam amar putusannya, Wakil Ketua Komisi Yudisial (KY) Siti Nurdjanah yang juga Ketua Majelis MKH, menegaskan bahwa Minggu Saragih dihukum pemberhentian tidak dengan hormat (PTDH) dari jabatan hakim. Ia melanggar sejumlah pasal dari Kode Etik dan Pedoman Perilaku Hakim, termasuk larangan bertemu dengan pihak berperkara dengan maksud menguntungkan diri sendiri.
Siti Nurdjanah menegaskan, “Majelis memutuskan menjatuhkan sanksi berat berupa pemberhentian tidak dengan hormat dari jabatan hakim,” dan menolak seluruh pembelaan yang diajukan MS maupun Ikatan Hakim Indonesia (IKAHI) yang sebelumnya meminta keringanan hukuman dengan alasan masa kerja dan kondisi keluarga MS.
Ia menambahkan, “Terlapor sebelumnya telah pernah mendapat sanksi dari Mahkamah Agung berupa teguran tertulis karena mengadakan pertemuan dengan pihak berperkara, sehingga tindakan yang diulanginya merupakan pelanggaran berulang yang tidak bisa ditoleransi.”
Tanggapan dan Kontroversi di Balik Kasus Ini
Kasus ini mengguncang dunia hukum dan peradilan di Medan khususnya dan Indonesia pada umumnya. Minggu Saragih terkenal sebelumnya sebagai alumni dan mantan aktivis buruh, yang kemudian mengabdi sebagai hakim selama hampir satu dekade. Namun, keterlibatannya dalam kasus suap ini menjadi catatan kelam bagi kariernya.
Saat dikonfirmasi, Minggu Saragih membantah tuduhan tersebut secara tegas dan bahkan melayangkan hak jawab melalui media, menyatakan pemberitaan selama ini sangat tendensius dan tidak berdasar. Ia menuduh laporan pengaduan berasal dari sumber tidak jelas dan internal PN Medan yang mencoba mendiskreditkannya. “Saya membantah keras tuduhan menerima suap, dan saya siap menghormati proses hukum yang masih berjalan,” ujar Minggu melalui seorang kuasa hukum.
Di sisi lain, majelis MKH dan KY memandang kasus ini sebagai pelanggaran etika hakim yang tidak bisa diabaikan. Demi menjaga kepercayaan publik terhadap lembaga peradilan. Kasus suap bagi hakim adalah salah satu pelanggaran terbesar dan dapat menghancurkan sistem peradilan Indonesia jika dibiarkan.
Sanksi Berat Pemberhentian Tidak Dengan Hormat
Sanksi pemberhentian tidak dengan hormat yang dijatuhkan kepada Minggu Saragih adalah peringatan keras bagi seluruh aparat peradilan. Ini menegaskan bahwa perilaku korup dan suap tidak akan ditoleransi, dan bahwa keadilan harus ditegakkan tanpa kompromi.
Pakar hukum dan pengamat peradilan menyatakan bahwa kasus ini harus menjadi momentum untuk memperkuat. Pengawasan dan penegakan kode etik hakim agar lembaga peradilan tetap dipercaya masyarakat.
Juru Bicara KY Mukti Fajar Nur Dewata menegaskan lagi, “Kasus ini mengingatkan kita semua bahwa integritas hakim adalah kunci keberlangsungan keadilan. Pelanggaran kode etik tidak hanya merugikan lembaga tetapi juga merusak kepercayaan publik.”
Dampak Kasus Reformasi Peradilan
Kasus suap yang melibatkan Minggu Saragih menjadi sorotan tajam di tengah upaya pemerintah dan institusi hukum untuk memberantas korupsi di berbagai lini, termasuk peradilan. Masyarakat menuntut transparansi dan keadilan yang bersih dari praktik suap yang selama ini kerap menjadi momok.
Selain itu, Ikatan Hakim Indonesia (IKAHI) yang membela Minggu Saragih, meski usulan pembelaannya ditolak. Menegaskan pentingnya pula memperhatikan kondisi sosial dan keluarga aparat peradilan dalam penjatuhan sanksi. Namun, MKH tetap mengutamakan penegakan hukum yang tegas demi menjaga marwah peradilan.
Diharapkan setelah kasus ini, pengawasan terhadap hakim makin ketat. Dan mekanisme penegakan kode etik berjalan secara efektif sehingga kejadian serupa tidak terulang lagi di masa depan.
Kesimpulan
Kasus Minggu Saragih yang di pecat dengan tidak hormat karena menerima uang dari pihak berperkara dan janji membantu. Berbagai perkara termasuk di Mahkamah Agung menjadi sinyal kuat bahwa pelanggaran etika hakim akan mendapatkan sanksi tegas tanpa pandang bulu.
Ini sekaligus menjadi panggilan bagi seluruh aparat penegak hukum untuk. Menjaga integritas dan martabat peradilan demi keadilan yang sejati bagi masyarakat.
Keputusan MKH yang dijatuhkan oleh pimpinan Majelis Wakil Ketua KY, Siti Nurdjanah. Bersama anggota KY dan MA adalah cerminan keseriusan Indonesia dalam memberantas praktik suap dan korupsi di tubuh peradilan demi terciptanya peradilan yang bersih, transparan, dan terpercaya.
Mari simak berita-berita lainnya hanya di KEPPOO INDONESIA kami akan memberikan banyak lagi informasi penting yang harus di ketahui.
Sumber informasi gambar:
- Gambar Pertama dari tribunnews.com
- Gambar Kedua dari kompas.com