Momen Terakhir Assad di Suriah Sebelum Tumbang!
Momen terakhir Assad di Suriah sebelum kejatuhan rezimnya berlangsung dalam konteks ketegangan yang tinggi dan kekacauan.
Setelah lebih dari 13 tahun konflik berdarah yang telah mengubah wajah negara tersebut, momen terakhir Assad sebelum kejatuhan rezimnya menjadi sorotan utama di seluruh dunia. Dalam artikel KEPPOO INDONESIA ini, kita akan mengulas momen-momen inti yang menggambarkan situasi di Suriah menjelang jatuhnya Assad, serta implikasi dari peristiwa tersebut bagi masa depan negara itu dan stabilitas regional.
Latar Belakang Konflik
Konflik Suriah dimulai pada Maret 2011, terinspirasi oleh gelombang protes di negara-negara Arab lainnya yang dikenal sebagai Arab Spring. Rakyat Suriah, yang menderita di bawah rezim Assad yang represif, mulai berdemonstrasi menuntut reformasi dan kebebasan politik. Namun, respon pemerintah yang brutal dengan kekerasan dan penangkapan massal memperburuk keadaan dan memicu pemberontakan.
Dalam beberapa tahun, apa yang dimulai sebagai protes damai berubah menjadi perang saudara yang kompleks. Melibatkan berbagai kelompok oposisi, ekstremis, dan kekuatan internasional. Dari tahun ke tahun, situasi di Suriah semakin memburuk.
Rezim Assad mendapatkan dukungan dari sekutunya seperti Rusia dan Iran, namun juga menghadapi perlawanan sengit dari kelompok-kelompok oposisi yang terfragmentasi. Pada saat menjelang akhir tahun 2024, setelah serangan ofensif besar-besaran yang dipimpin oleh Hayat Tahrir al-Sham (HTS), langit di atas Suriah mulai gelap bagi rezim Assad.
Serangan Terakhir oleh Oposisi
Momen terakhir Bashar al-Assad dipenuhi oleh tekanan dari berbagai sisi. Setelah lebih dari satu dekade konflik, pada Desember 2024, HTS melancarkan serangan kilat yang mengejutkan dan berhasil merebut sejumlah kota strategis, termasuk ibukota Damaskus. Serangan ini dilakukan setelah menggempur posisi-posisi militer Assad, yang menunjukkan bahwa dukungan dari sekutu-sekutunya, terutama Rusia, mulai menipis.
HTS berhasil merebut kembali kepercayaan masyarakat Suriah yang telah tersakiti akibat kekejaman rezim Assad. Rasa frustrasi masyarakat meningkat saat mereka menyaksikan kondisi kehidupan yang semakin memburuk. Dengan setengah populasi Suriah terpaksa mengungsi dan jutaan lainnya hidup di bawah garis kemiskinan.
Baca Juga: Terungkap Motif Brigadir Anton Bunuh Warga karena Butuh Uang Beli Sabu
Potensi Kejatuhan dari Dalam
Salah satu faktor utama yang mempercepat kejatuhan Assad adalah rendahnya moral di kalangan pasukan militer. Banyak tentara yang merasa lelah dan kehilangan keinginan untuk bertarung, khususnya ketika mereka melihat bahwa tidak ada dukungan yang cukup dari sekutu.
Semakin banyak laporan tentang pembelotan di kalangan tentara, di mana beberapa anggota militer memilih untuk bergabung dengan pihak oposisi atau melarikan diri untuk menyelamatkan diri. Di sisi lain, dalam beberapa bulan terakhir, ketegangan antara kelompok-kelompok oposisi juga mulai terurai.
HTS yang secara ideologis memiliki akar jihadisme mencoba memposisikan dirinya sebagai kekuatan moderat yang bisa diterima oleh berbagai lapisan masyarakat, bahkan yang sebelumnya mendukung Assad. Momen ini sangat penting, karena jika HTS mampu menunjukkan sikap inklusif terhadap semua masyarakat Suriah. Mereka bisa menciptakan kesempatan untuk membangun kembali negara tersebut di pasca-Assad.
Pengaruh Internasional
Sebelum jatuhnya rezim Assad, pengaruh internasional terhadap peristiwa di Suriah tidak bisa diabaikan. Rusia yang selama ini berperan sebagai pendukung utama Assad mulai mengalami kesulitan dalam memberikan bantuan militer yang diperlukan. Keterlibatan Rusia di Ukraina telah menyita banyak sumber daya, memperlemah dukungan militer kepada pasukan Assad.
Iran juga dihadapkan pada masalah domestik dan kehilangan kekuatannya di wilayah tersebut, yang lebih memperburuk keadaan bagi Assad dan aktornya. Sikap negara-negara Barat, yang awalnya mendukung perubahan rezim, semakin kabur.
Banyak pihak mulai meragukan apakah menekan Assad merupakan langkah yang tepat. Terutama Dengan kekhawatiran akan munculnya kekosongan kekuasaan yang bisa dimanfaatkan oleh kelompok militan. Namun, dukungan kepada oposisi Suriah tidak pernah sepenuhnya padam, dan berbagai kelompok masih merasa diuntungkan dengan peluang untuk membangun kembali Suriah yang lebih baik tanpa kehadiran Assad.
Momen Kejatuhan Ketika Semua Berubah
Pada tanggal 8 Desember 2024, terjadi peristiwa penting yang menjadi tanda akhir bagi rezim Assad. Setelah pertempuran intensif, oposisi berhasil menguasai Damaskus dan mendesak pasukan Assad untuk mundur. Saat resistensi dari tentara Assad terakhir mulai hilang, banyak pejabat Assad, termasuk jenderal tinggi, mulai meninggalkan posisi mereka.
Dalam kekacauan dan kekhawatiran akan masa depan, banyak yang memilih untuk bertindak demi kepentingan pribadi daripada melanjutkan perjuangan yang tampaknya sia-sia. Momen-momen terakhir ketika al-Assad berada di Istana Kepresidenan menyiratkan ketidakberdayaan yang signifikan.
Dengan segala potensi pertahanan yang tersisa runtuh, ia hanya bisa bertahan selama beberapa hari sebelum akhirnya memutuskan untuk melarikan diri ke luar negeri, di mana ia kemudian mendapatkan suaka di Rusia. Ketika kabar mengenai kejatuhannya menyebar, banyak warga Suriah merayakan dekade panjang penindasan dan ketidakadilan akhirnya berakhir.
Implikasi Sosial dan Politik
Setelah kejatuhan Assad, Suriah menghadapi tantangan besar dalam hal sosial, politik, dan ekonomi. Meskipun ada rasa lega dan harapan baru, negara itu terpaku pada kekacauan dan ketidakpastian mengenai masa depan.
Dengan berbagai kelompok bersenjata kini bersaing untuk menjalankan kekuasaan. Kekhawatiran akan kekosongan kekuasaan dan potensi untuk pecahnya konflik baru sangat tinggi. Banyak warga Suriah yang melarikan diri kini menghadapi pilihan sulit apakah akan kembali ke rumah mereka atau tetap tinggal di pengasingan.
Ruang bagi dialog antar kelompok yang bertikai juga dibutuhkan untuk memastikan landasan bagi sebuah proses rekonsiliasi. Pertanyaan besar muncul: bisa kah Suriah disatukan kembali, atau justru akan terpecah menjadi wilayah-wilayah yang dikuasai masing-masing faksi?
Konsekuensi Regional dan Global
Jatuhnya rezim Assad membawa dampak besar bagi dinamika politik di seluruh kawasan Timur Tengah. Pandangan mengenai masa depan Iran di Suriah menjadi lebih kabur, dan hubungan antara Iran dan sekutunya, seperti Hezbollah, terlihat semakin lemah. Pasukan Hezbollah, yang sebelumnya mendapatkan dukungan dari Assad, kini menghadapi tantangan baru dalam upaya mempertahankan kontrol wilayah.
Di sisi lain, Turki yang selama ini mendukung oposisi Suriah memiliki peluang untuk memperkuat pengaruhnya dan membantu dalam upaya rekonstruksi negara. Pada saat yang sama, Israel merasa cemas mengenai siapa yang akan mengisi kekosongan kekuasaan pascaketidakstabilan. Dalam situasi ini, semuanya berpotensi mengubah keseimbangan kekuasaan di kawasan tersebut.
Kesimpulan
Kejatuhan Bashar al-Assad menciptakan momen penting dalam sejarah Suriah dan menjadi simbol harapan bagi rakyat Suriah yang telah mengalami penderitaan berkepanjangan. Namun, dengan jatuhnya rezim tersebut, tantangan-tantangan baru justru muncul. Dinamika internal dan regional di Suriah tetap rumit, dan masa depan negara itu sangatlah tidak pasti.
Tetapi kesempatan untuk mencapai rekonsiliasi, membangun negara, serta memitigasi dampak sosial yang ditinggalkan oleh rezim pasti ada. Fleksibilitas dan kesediaan untuk melakukan dialog adalah kunci untuk menciptakan masa depan yang lebih baik bagi semua rakyat Suriah. Manfaatkan juga waktu anda untuk mengeksplorasi lebih dalam lagi informasi Mengenai Momen Terakhir Assad.